Halaman

Kamis, 06 Desember 2007

Tukang Majalah

Tugas: Membuat majalah lifestyle untuk pembaca usia 25-40 tahun!, unisex, mapan, 80% akan didistribusikan kepada para pemegang kartu kredit premium, 20% dijual untuk umum. Nama majalah itu U.

Perintah itu membuat saya tidak lagi menjadi "tukang koran" empat bulan terakhir ini. Gantinya saya sibuk mereka-reka bentuk majalah, sesuatu yang rada asing bagi saya.

Dulu saya sempat gagal membuat majalah parenting. Saat itu saya terpaksa membuat majalah tersebut hanya karena pemiliknya suka dengan ide logotype saya. Dia sudah putus asa dengan logotype yang diciptakan desainer lain karena tidak ada perbedaan dengan majalah lain, lalu dia minta tolong saya. Tanpa beban saya tawarkan logo seperti emoticon ini: ;-) eh dia suka dan tiba-tiba saya harus membuat semuanya, sampai halaman dalam. Singkatnya, kecuali soal logo nyengir itu, baik saya maupun yang punya majalah itu tidak puas dengan hasilnya, dan saya dipecat.

Kembali ke majalah yang harus saya garap tadi. Yang langsung saya bayangkan adalah majalah gaya hidup tapi tidak sehura-hura Cosmopolitan karena kelompok usianya rada senior dan berkelas karena akan dibaca mayoritas oleh pemegang kartu kredit premium, tapi tidak juga sekonvensional Bazaar karena masih mencakup usia 30 tahun ke bawah juga. Clean tapi nakal.

Awalnya logotype majalah baru ini saya buat hanya sebagai aksentuasi saja, alasannya 80% majalah tersebut sudah pasti dibagikan, artinya tidak perlu berperang di jalan untuk memperkenalkan identitas, itu pikiran saya. Maka logotype saya buat tipis saja, saya ingin artwork atau foto cover yang dominan. Tapi ketika dibawa ke tingkat direksi, logo saya gagal total, saya gagal meyakinkan mereka dengan keunikan yang saya tawarkan pada logotype tersebut.

Pesan direksi: logo harus jelas dan berbau Tempo. Minggu selanjutnya saya bawakan logo sejelas-jelasnya dan berwarna merah, aksen logo pertama tetap saya akomodasi. Redaksi setuju, saya juga sedikit puas.

Konsep foto cover sempat berubah tiga kali. Pertama konsepnya "mempermainkan" model. Misalnya seperti yang pernah dimuat Tempo: Jusuf Kala sedang mencoret-coret strateginya di aspal untuk mencapai kursi RI-2, lalu Christine Hakim yang dipaksa berpose di dalam cangkang telur raksasa, atau lihatlah buku biografi Sugiharto yang pada sampulnya mantan menteri itu dipaksa berjualan asongan.

Untuk contoh konsep itu saya gunakan foto Dewi Lestari karya Hendra Suhara. Dewi telanjang dan berendam di bathtub yang dipenuhi kopi, foto itu pernah menjadi ilustrasi di majalah Tempo untuk cerita soal kumpulan cerpen Dee berjudul Filosofi Kopi. Hasilnya tidak terlalu menarik dan perlu persiapan yang rumit dalam pemotretannya.

Lalu konsep kedua adalah dengan menggunakan digital imaging, seperti foto-foto fashionnya Annie Leibowitz. Untuk konsep ini kami rencananya menggunakan jasa profesional. Kami bikin konsep dan mereka yang mengeksekusi.

Dikonsepkan Happy Salma dalam proses metamorfosis dari ulat menjadi kupu-kupu. Setelah menanti seminggu-dua hasilnya tidak sesuai seperti yang kami harapkan

Dan dari hasil yang ada kami terpaksa membuat versi sendiri.

Perkembangan kemudian, ada konsep ketiga. Terinspirasi dari sebuah buku tentang pangan dunia. Pada buku tersebut tokoh-tokoh yang berkomentar difoto dengan "semena-mena". Mereka disiram beras, gula, minyak, jagung, gandung dan lainnya. Dari situ kami membuat konsep foto cover setengah badan tanpa busana pada setiap edisi. Yang membedakan dari foto dasar itu pada setiap edisi akan ditambahkan aksi yang sesuai dengan tema utama majalah. Misalnya jika tema besarnya soal kekerasan dalam rumah tangga, maka model akan difoto setengah badan dengan mata lebam dan ada tinju melayang, lalu untuk tema anti aging model setengah badan itu wajahnya akan diberi patern seperti akan dioperasi plastik, dan seterusnya. Cita-citanya setelah beberapa edisi akan terlihat kesinambungan gaya dan konsep seperti buku tersebut.


Dan konsep cover ketiga inilah yang diterima. Lalu mulailah kami menyesuaikannya dengan tema edisi pertama: gaya hidup peduli lingkungan. Ini alternatif-alternatif yang kami tawarkan


Alternatif paling atas yang akhirnya kami cetak, \Happy Salma dan sehelai daun jarak. Majalah ini sudah beredar di pasaran 3 Desember lalu.

Untuk halaman dalam saya buat tetap clean tapi berusaha membuat kejutan pada tiap halaman. Contoh desain halaman dalam dapat dicari di sini.

"Aku kok belum lihat soul-nya, ya?" Paman Tyo menanggapi majalah ini. Beliau juga jadi kontributor loh di U magz. Penasaran baca tulisannya? Beli!

Minggu, 06 Mei 2007

Paman Tyo Live!

"Maaf sy akn telat, br smp rmh, td kena mct di cawang"

SMS itu sangat melegakan saya yang sedang panik. Saat SMS itu masuk, saya baru saja terbangun dari tidur yang tidak disengaja, padahal setengah jam lagi saya janjian ketemu si pengirim SMS itu di Hot CMM, Jatibening.

Sekitar satu jam kemudian saya bertemu langsung bapak funky yang saat itu bercelana pendek. "Lumayan udah 20 menit", katanya.

Dari SMS, telepon dan isi blognya, saya merasa segan dengan Paman Tyo. Tapi ketika ketemu langsung, ternyata ia sangat akrab bersahabat, nyaman ngobrol dengannya. Ia juga murah hati: saya dapat suvenir unik dan ajaib.

Dari obrolan hampir 2 jam ditemani dua gelas kopi, segelas es teler dan segelas jus tomat serta A-mild yang tidak pernah putus itu saya berkesimpulan: Paman Tyo banyak taunya dan pinter. Tidak banyak orang redaksi yang paham betul kerja desainer, bahkan Paman Tyo juga paham sablon kaos!

Bangga rasanya bisa kenal "pemberontak" dari institusi yang sangat mapan dan konservatif. Sayang saya tidak bisa mengorek "what's next" dari isi kepalanya. Sepanjang obrolan, tidak pernah putus saya bertanya dalam hati: kenapa orang hebat ini mau-maunya ngobrol dengan saya.

Rabu, 02 Mei 2007

Klass

Mulai 1 Mei Kompas menghadirkan lembaran khusus Klass. Rencananya akan terbit setiap bulan, menghadirkan ulasan produk-produk premium. Pastinya bertujuan memancing produk-produk mahal itu beriklan: secara tidak langsung lembaran khusus ini mendukung liberalisme perdagangan dan konsumerisme.

Pada pengantar edisi perdana, Pemred Kompas sendiri menyadari bahwa konsumerisme bukanlah hal yang salah bagi negara maju, karena mereka merasa sudah melakukan kerja keras. Dimulai dari revolusi hijau dan industri yang menghasilkan sikap disiplin, kerja keras, dan etos kerja. Celaka bagi negara berkembang yang harus ikut-ikutan, padahal proses itu belum dilalui secara penuh.

Tapi kemudian Kompas berkilah bahwa Klass bisa menjadi peluang di balik konsumerisme, Kompas mengambil contoh desainer Biyan yang terlibat melahirkan Nokia seri 8800 Sirocco.


Untuk koran seperti Kompas, desain Klass terbilang berani, dengan gambar besar-besar dan cut-out di mana-mana, serta layout yang tidak kaku. Hanya saja warnanya masih sangat patuh pada master desain Kompas yang menurut saya sangat keras untuk produk premium.

Jumat, 09 Maret 2007

GA 200

Garuda hard landing di Yogya, puluhan tewas (6/3). Berita lengkapnya bisa ditelusuri lewat link-link di cerita menyentuh ini.

Koran-koran menyikapi berita besar ini dengan berpikir besar juga. Karena kejadiannya pagi hari, berdasarkan pengalaman, awak koran masih bisa membuat infografis yang lengkap dan atraktif. Lain halnya jika peristiwa besar itu terjadi ketika menjelang tengat, untuk membuat kesan big impact biasanya mereka menggunakan foto yang besar.

Ini dua koran yang terbit menyikapi berita besar itu:


Alasan resmi mengapa Koran Tempo menggunakan infografis dikemukakan pemimpin redaksinya (yang mantan desainer) langsung di blog Tempointeraktif.

Selasa, 06 Maret 2007

Koran dengan Desain Terbaik

Posting ini semula ditujukan hanya untuk mengisi blog Tukang Koran. Tapi setelah jadi, saya coba tawarkan untuk dimuat di halaman seni-budaya Koran Tempo. Mungkin karena alasan pertemanan, mereka akhirnya menerbitkan tulisan ini pada edisi Rabu (7/3). Hasil editan tim budaya Koran Tempo memang kampiun, tulisan saya yang kacau bisa terlihat profesional.

Kategori utama diborong surat kabar asal Eropa.

Society for News Design (SND) pekan lalu memilih empat koran sebagai jawara kategori utama desain terbaik dalam ajang Best of Newspaper Design. Keempat surat kabar itu adalah Äripäev asal Tallinn, Estonia; El Economista, Madrid, Spanyol; Frankfurter Allgemeine Sonntagszeitung, Frankfurt, Jerman; dan Politiken, Kopenhagen, Denmark.

Menurut dewan juri, penilaian untuk kategori itu lebih pada bagaimana sebuah desain bereaksi terhadap sebuah peristiwa, tak sekadar kontes kecantikan yang melihat standar yang unggul, tapi juga mencari inovasi dan kejutan desain dari para peserta.

Penilaian tim juri juga dilakukan secara menyeluruh, tidak halaman per halaman, termasuk kemampuan berbicara lewat tulisan. “Kekuatan keempat pemenang itu adalah teknik visual, energi, inovasi, dan keindahan,” kata dewan juri dalam pernyataan tertulisnya di situs SND.

Keempat pemenang tersebut dicomot dari 351 surat kabar yang ikut ambil bagian dalam kontes yang digelar organisasi yang beranggotakan para pengarah kreatif, desainer, ilustrator, dan infografer koran dari seantero jagat itu. Kompetisi yang sudah menginjak tahun ke-28 ini mengambil surat kabar terbitan 2006.

Saban tahun, jumlah jawara kategori utama selalu berbeda. Pada penyelenggaraan sebelumnya, SND hanya memilih dua kampiun, yaitu The Guardian dari London, Inggris, dan Rzeczpospolita asal Warsawa, Polandia. Dua tahun lalu giliran koran Amerika Serikat, Hartford Courant, dari Connecticut, yang memenangi kategori bergengsi ini bersama empat surat kabar Eropa.

Sebetulnya, peserta kompetisi ini tidak hanya berasal dari Eropa dan Amerika. Semua anggota SND bisa ikut serta. Dari Asia, misalnya, The Straits Times pernah diganjar penghargaan. Meski bukan untuk kategori utama, surat kabar Singapura itu tahun lalu berhasil menyabet medali untuk bidang infografis dan foto tunggal.

Penjurian kompetisi yang berlangsung di Syracuse University, New York, itu tidak cuma membagikan penghargaan untuk kategori utama. Tapi ada 20 kategori dan hampir 200 subkategori lain dalam kompetisi tersebut. Tahun ini total 1.700 penghargaan yang dibagikan.

Pemenang setiap kategori tidak diberi medali yang sama. Pemberian medali bergantung pada kesempurnaan setiap elemen. Yang paling bergengsi, tentunya, medali emas. Tahun ini ada delapan emas yang diberikan. Desain para pemenang setiap tahun bakal dimuat dalam buku yang diterbitkan pada Oktober mendatang.

Apa Kata Juri Tentang Para Pemenang

Äripäev (Tallinn, Estonia). Desain Äripäev sangat dinamis, bermain, dan bertenaga. Koran ini terasa lebih besar ketimbang ukuran aslinya. Jenis huruf yang berlapis ketebalan dan bermacam ukuran pembuatannya sangat menarik dan mengalir. Padahal semua itu hanya terdiri atas satu keluarga huruf. Halaman spread (dua halaman yang digabungkan) mendominasi. Penggunaan white-space nya juga sangat tepat. Koran ini mempunyai irama. Mainkanlah.

El Economista (Madrid, Spanyol). Koran bisnis ini tidak hanya menarik bagi para pelaku bisnis, tapi juga masyarakat umum. Koran yang sangat kaya visual ini dicetak dengan rapi dan bersih. Grafis dan ilustrasinya sangat kuat, dari halaman luar sampai dalam. Pemilihan jenis hurufnya juga modern dengan cita rasa klasik. Warna hanya sebagai aksentuasi dan tidak mendominasi.

Frankfurter Allgemeine Sonntagszeitung (Frankfurt, Jerman). The Frankfurter didesain sebagai koran yang cerdas secara visual. Membolak-balikkan halamannya yang didominasi putih seperti melewati sebuah galeri yang berisi foto-foto pilihan dan ilustrasi yang bergairah. Pada koran ini juga terdapat banyak kejutan, seperti novel grafis. Koran ini jelas ditujukan kepada pembaca yang berpendidikan. Tidak berteriak, hanya memberi pencerahan.

Politiken (Kopenhagen, Denmark). Politiken mempunyai sebuah agenda dan ingin menyampaikan sesuatu. Politiken bertutur dengan bermacam suara. Ada rasa dan penekanan pada setiap elemennya, dari halaman opini yang elegan, foto dokumentasi yang besar, sampai elemen navigasi yang berwarna merah dan logotype-nya yang hitam-tebal. Koran ini terkesan tidak pernah tampil ragu-ragu.

Sabtu, 17 Februari 2007

Banjir 2007 di Halaman Depan

Terimakasih untuk Pak - Pemred - sebuah - majalah - komputer - populer (mau jadi pemred Tukang Koran juga, pak?), karena atas desakannya maka posting tentang perbandingan koran yang menyajikan laporan banjir di Jakarta awal Februari 2007 ini menjadi kenyataan.

Saya mengambil empat front pages koran nasional untuk diperbandingkan, yaitu: Kompas, Koran Tempo, Republika, dan Seputar Indonesia. Selain dengan pertimbangan karena keempat koran tersebut lumayan atraktif, juga karena hanya empat itu yang tersedia. Kompas dan Seputar Indonesia saya langgani, Koran Tempo saya punya aksesnya (thx to Gatot, my fellow designer there), dan Republika saya dapat langsung file digitalnya dari art director-nya pada saat-saat terakhir.

Saya pilih terbitan tanggal 1-7 Februari, karena pada masa itu puncak pemberitaan soal banjir terjadi. Pada perbandingan ini saya akan menilai yang terbaik dari setiap edisinya, tentu saja pilihan saya akan bias, karena saya akan merasa tidak enak jika harus selalu memilih Koran Tempo sebagai yang terbaik di setiap edisinya :-). Untuk itu diharap partisipasi pembaca untuk memberi komentar, agar lebih fair. Klik gambar untuk memperbesar!.

Edisi Kamis, 1 Februari 2007


Pada edisi ini hanya Koran Tempo dan Kompas yang sudah mencium banjir di Jakarta. Kompas dengan feature andalannya dan Koran Tempo--walaupun tidak menjadikan banjir sebagai headline--tapi tampilan halaman depan Koran Tempo sangat mem-blow-up soal banjir di Jakarta ini, lengkap dengan infografis "pembagian" Banjir di DKI. Saya memilih Koran Tempo yang terbaik pada edisi ini karena banjirnya lebih terlihat.

Edisi Jumat, 2 Februari 2007


Maaf, Kompas tidak datang hari itu, mungkin lopernya terhadang banjir. Pada Jumat itu tidak bisa dibantah, banjir adalah headline. Koran Tempo dan Republika tampil dengan foto seragam, seperti juga TV swasta yang berulang kali menayangkan lalu lintas ibukota yang terhambat banjir. Sebetulnya Seputar Indonesia juga menampilkan lalulintas Jakarta pada halaman depan tapi dengan pilihan foto yang berbeda, pertama melihatnya saya tertawa (tapi jangan disamain dengan Ical, ya). Selain pemilihan foto, nilai plus Seputar Indonesia pada edisi ini menurut saya adalah update peta "pembagian" banjir DKI.

Edisi Sabtu, 3 Februari 2007


Kali ini giliran Seputar Indonesia yang tidak datang, menurut agennya semua koran terendam banjir :-(. Pada edisi itu Kompas mem-blow-up foto banjir dengan judul font serif putih, walaupun dibuat lebih besar dari biasanya tapi dengan font seperti itu tetap tidak terkesan berteriak. Pemilihan fotonya juga kurang kuat untuk dibesarkan seperti itu. Nice try, Kompas :-).

Menurut saya, pada hari itu tidak ada foto yang lebih bagus daripada foto evakuasi penumpang KRL yang terjebak banjir. Foto itu tapi dari wire yang berbeda dipilih oleh Koran Tempo (AFP) dan Republika (AP). Kesalahan Republika adalah "membunuh" foto bagus tersebut dengan memuat foto pendamping. Edisi ini saya pilih Koran Tempo yang terbaik karena memuat foto itu dengan baik dan benar, juga judul-satu-katanya yang sangat kuat dan cocok dengan foto.

Edisi Minggu, 4 Februari 2007


Kompas tampil datar pada edisi Minggu itu. Republika tidak mengakomodasi hardnews untuk edisi minggunya, koran ini bisa saja tampil up to date dengan menampilkan banjir sebagai cover Laporan Utamanya, tapi ini berarti harus mengubah tulisan Laporan Utama yang mungkin sudah disiapkan jauh hari sebelumnya. Lagi-lagi Koran Tempo dan Seputar Indonesia memilih foto yang seragam. Tapi lagi-lagi saya harus jujur memilih Koran Tempo pada edisi ini karena croping foto yang lebih baik, juga menurut saya infografis Seputar Indonesia kali ini malah kelihatan lebih banyak mudharat-nya daripada manfaatnya.

Edisi Senin, 5 Februari 2007


Pada edisi hari Senin inilah masing-masing koran mengeluarkan kesaktiannya. Semua sama-sama menampilkan foto udara dengan ukuran super besar, kecuali Republika karena ada iklan super besar di halaman depannya. Kompas dengan breaking-the-rules-layout andalannya: menimpa foto besar dengan font serif yang lebih besar dari biasanya, tapi kali ini dengan warna kuning! Koran Tempo mendistorsi logotype-nya seakan-akan tergenang banjir. Seputar Indonesia memilih foto vertikal besar, dibingkai hitam, kurang apa coba? Republika sepertinya juga ingin all out, tapi apa daya dihadang iklan.

Dari semua upaya itu, entah kenapa saya justru melihat tampilannya datar semua. Mungkin karena sudah jenuh dengan berita banjir atau keseragaman fotonya. Saya justru tertarik dengan Tribun Batam. Hari itu saya ada di Batam, ketika saya memborong semua koran yang ada di newstand, saya tertarik pada infografis yang terletak di bagian atas Tribun Batam. Infografis-ilustratif yang segar, menggambarkan akibat jika pintu air Manggarai dibuka. Digambarkan aliran sungai Ciliwung dan apa saja yang dilewatinya. Sederhana, segar, dan sangat informatif.

Edisi Selasa, 6 Februari 2007


Ini edisi aftermath, dan semua koran memilih foto pengungsi. kecuali Seputar Indonesia yang belum bosan dengan foto kebanjiran. Pada edisi ini pandangan saya langsung tertuju ke Koran Tempo karena bold picture-nya, bahkan saya tidak peduli dengan infografis Kompas yang tidak memudahkan dan tidak menyenangkan (maaf, tapi saya sudah memberi disclaimer akan terjadi bias pada posting ini, hehe).

Edisi Rabu, 7 Februari 2007


Pada edisi ini kelihatan cerita banjir sudah hampir selesai. Koran Tempo "kehabisan" cerita tentang banjir Jakarta menulis: "Banjir Meluas ke Daerah", saya terganggu dengan distorsi fotonya. Kompas "mengharap" banjir tidak selesai: "Banjir Masih Tetap Mengancam", fotonya redundant dan kesannya terlambat beberapa hari. Seputar Indonesia mengais-ngais cerita banjir yang tersisa: "Ditinggal Penjaga, Halte Busway Dijarah", infografisnya mengulang kegagalan Kompas sehari sebelumnya. Republika mencium terlebih dahulu bencana susulan setelah banjir: "Ratusan Balita Terserang Diare", dan sampai hari ini berita itu berlanjut, disusul DBD. Untuk edisi terakhir ini saya pilih Republika karena pemilihan fotonya yang kuat dan sejalan dengan artikelnya membuat layout-nya manis khas Republika.

Ikon
Untuk mengikat dan menegaskan, biasanya pada berita-berita besar dan yang mempunyai follow-up dalam hitungan minggu--seperti banjir kali ini--koran-koran membuat sebuah ikon yang berhubungan dengan peristiwa yang terjadi.


Kali ini hanya Republika yang tidak membuatnya. Dari ikon yang ada: Kompas dan sister company-nya, Tribun Batam membuat dengan gaya vector yang menampilan monas dan genangan air. Koran Tempo menampilkan perahu karet, based on photo. Yang menarik Seputar Indonesia, melihat gambar itu mau-tidak-mau kita seperti harus menterjemahkan: Selamat datang banjir di kota metropolitan. Gambar tugu selamat datang, genangan air dan eksekutif yang kebajiran lengkap dengan payung merah yang eye-catching. Ini diambil dari cover majalah Trust yang juga satu bendera dengan Seputar Indonesia.

Sabtu, 10 Februari 2007

Edmund Who?

(Duh!, seharusnya sekarang saya mem-posting perbandingan desain koran saat meliput banjir Jakarta)

Poynter memberitakan "Father of Modern Newspaper Design", Edmund Arnold, meninggal pada 2 Februari 2007 di usia ke-93 tahun.

Saya baru kali ini mendengar namanya. Selama ini saya hanya mengenal Mario Garcia, Roger Black, atau Sri Kumara Dewatasari. Menurut berbagai sumber, Edmund Arnold lah yang menemukan white space. Dia juga yang mempelopori layout modern, dan dia juga telah meredesain lebih dari 250 koran di seluruh dunia.

Sebagai blog tentang koran dan pernak-perniknya, saya merasa blog ini wajib membuat posting soal ini. Semoga dari link-link yang berhubungan dengan mbah Edmund ini kita bisa menggali lebih banyak ilmu.

Selamat jalan, mbah.

Bacaan:
>> Googling Edmund Arnold
>> Obituari Edmund Arnold di SND
>> Obituari Edmund Arnold di The Roanoke Times
>> Interview Edmund Arnold dengan majalah Design (PDF)

Rabu, 10 Januari 2007

Me, Time's Person of The Year!

Saat banyak media sibuk mencari siapa tokoh pilihan di akhir tahun, majalah Time memilih You -- kita semua-- sebagai person of the year 2006. Cover edisi person of the year ini menggunakan tambahan mylar sehingga bisa menjadi cermin bagi siapapun yang melihat cover itu. Ide menggunakan mylar bukan hal baru, beberapa iklan di majalah pernah melakukannya, tapi dalam hal cover ini penggunaan mylar memang cocok sekali.

Bagi Time, pilihan tidak konvensional seperti ini sudah sering dilakukan, seperti planet Bumi (1989), komputer (1983), middle Americans (1970), para ilmuwan Amerika (1961), dan Patriot Hungaria (1957). Cover Time's Person of the Year dari tahun ke tahun bisa diliat di sini.

"You." sendiri sebetulnya langsung menghubungkan kita kepada "YouTube" situs yang memungkinkan para usernya mengupload homemade video. Situs ini dan situs-situs sejenis bisa mengubah orang biasa menjadi terkenal, menjadi bintang, menjadi inspirasi, bahkan menjadi reporter dari garis depan. Itulah alasan yang membuat "You." menjadi person of the year, mengalahkan Ahmadinejad sekalipun. Alasan selengkapnya baca Time' Person of the Year: You!