Halaman

Rabu, 12 Oktober 2005

Danke World Press Photo

Minggu lalu saya dapat kesempatan mengunjungi Amsterdam dalam rangka workshop tentang foto editing untuk foto editor dan art director koran. Acaranya lumayan padat dan sangat berharga. Foto-foto bisa dilihat disini.

Sebelum ke Amsterdam saya sengaja transit beberapa jam di Singapura untuk berkunjung ke The Straits Times, di sana saya bertemu dengan Christian Dizon, infographer 'gila'. Saya diajak berkeliling kantornya yang mewah dan dijelaskan alur kerja mereka, juga beberapa tips untuk membuat desain dan infografis yang meledak. Thanks, Chris!

Di Amsterdam saya bertemu dengan orang-orang hebat di balik koran mereka, Hsiao Lan Yi (Southern Metropolis Daily, Cina), Zultan Jazul (Newsbreak, Filipina), Asano Tetsuji (The Asahi Shimbun, Jepang), Stephanie Yeow (The Straits Times, Singapura), Liv Olsen (Politiken, Denmark), Frank (De Volkskrant, Belanda), dan Kinga (Gazeta Wiborzya, Polandia). Kami semua mempresentasikan kerja kami yang berhubungan dengan foto di koran masing-masing. Ini bahan presentasi saya: klik

Selain itu, dua orang pakar juga mengisi workshop itu. Maria Mann dari Amerika yang banyak bicara soal leteratur visual, dan Stephen Mayes dari Inggris yang bicara soal manipulasi digital.

Sebetulnya acara itu sebagai pendukung peringatan 50 tahun World Press Photo, selain workshop dan pesta, rangkaian peringatan ulang tahun itu juga diisi diskusi 2 hari dan peluncuran sebuah buku. Berikut laporan saya soal perayaan itu yang dimuat di Koran Tempo, Selasa, 11 Oktober 2005 (Selama hampir 5 tahun bekerja di Koran Tempo, baru kali ini tulisan saya dimuat disana):

50 Tahun World Press Photo
Ancaman dari Citizen Journalism

Amsterdam - Saat ini informasi bukanlah barang langka. Setiap orang bisa memberikan atau mendapatkannya. Mereka berbondong-bondong membuat weblog yang di antaranya berisi berita atau foto berita dari berbagai wilayah yang tidak terjangkau wartawan profesional. Selain memberi informasi, para bloger itu juga dapat mengawasi media mainstream dan mewakili arus bawah.

Blog bukan satu-satunya alat yang digunakan pers rakyat. Kamera digital atau telepon genggam berkamera juga menjadi senjata ampuh mereka. Tidak jarang para editor foto terpaksa memilih foto-foto karya pers rakyat dibanding foto-foto karya fotografer berkamera canggih. Beberapa surat kabar memuat hasil jepretan telepon genggam berkamera saat memberitakan berita pengeboman di London.

Segala kelebihan pers rakyat ini memang sangat potensial untuk dimanfaatkan, walaupun kredibilitas dan mutunya tidak dapat dipertanggungjawabkan. Hal itulah yang dibahas ulang tahun World Press Photo 2005 di Amsterdam, Jumat (7/10) dan Sabtu (8/10). Bahkan secara khusus Shahidul Alam, fotografer dan pendiri Dirk Picture Library, Bangladesh, memberikan makalah dengan judul "Publishing from the Street: Citizen Journalism". Pada kesimpulannya dia menekankan kepada jurnalis profesional agar tidak serta-merta tergoda bisikan dari cyberspace.

Sementara itu, Christian Caujole, Art Director Agence and Gallerie Vu, yang dalam rangka ulang tahun World Press Photo ke-50 ini menerbitkan buku Things As They Are, juga memberikan tanggapan soal pers rakyat. Dia menganggap Internet hanya sebagai alat penyebaran informasi, banyak aspek yang membuatnya tidak dapat mengungguli media mainstream.

Pada rangkaian peringatan ulang tahun ini juga diadakan workshop tentang foto editing dengan peserta para editor foto dan art director dari delapan negara di Asia dan Eropa: Indonesia, Singapura, Cina, Filipina, Belanda, Polandia, dan Denmark. Acara ini disponsori oleh Asia-Europe Foundation. Selain presentasi dari masing-masing peserta, workshop juga diisi oleh pakar yang membahas manipulasi digital dan literatur visual. eko punto pambudi

Rabu, 13 Juli 2005

Logika Waktu Pendek Media

Tanpa kemasan kebaruan, aktualitas yang spektakuler, dan presentasi yang ringkas, media bisa ditinggal pelanggannya. Semua ini adalah demi efektivitas, rasionalitas, dan keuntungan. Bahayanya, bisa kehilangan tujuan karena teknik ingin mengalahkan semua nilai.

Selengkapnya... (Opini di Kompas)

Sabtu, 09 Juli 2005

7/7

Pengarang Le Petit Prince emang gak salah. Di novel itu dia bilang: orang dewasa sangat menyukai angka.
Ketika orang-orang dewasa diceritakan tentang seseorang, mereka tidak pernah bertanya hal-hal penting seperti: Kayak apa suaranya, atau mainan favoritnya, atau tentang koleksi kupu-kupunya. Mereka malah nanya berapa umurnya? berapa banyak saudaranya? berapa berat badannya, atau berapa penghasilan ayahnya.
Waktu tragedi WTC, koran-koran (yang emang ditulis dan dibaca oleh orang dewasa) suka sekali menuliskan angka 9/11. Trus pas terjadi pengeboman 3 stasiun bawah tanah dan sebuah double deck di Inggris ini mereka buru-buru menamainya sebagai teror 7/7. (Baca beritanya)

Alasan yang masuk akal kenapa para orang dewasa suka menggunakan angka adalah supaya mereka mudah mengingat-ingat. Dengan 9/11 orang dewasa akan langung ingat kejadiannya tanggal 11 September, begitu juga dengan 7/7.

Tanggal berapa tabrakan besar kereta yang menewaskan ratusan orang di Bintaro? Banyak orang dewasa yang bisa menjawabnya: 19 Oktober. Itu berkat Iwan Fals yang memberi judul lagu tentang tragedi itu dengan "1910".

Selain menggunakan angka 7/7, ada juga koran-koran yang mendeskripsikan drama pengeboman itu langsung di judulnya (seperti dikutip dari AFP - thx to buzet):
  • "A chaotic mix of fear, smoke and darkness" (my fav) - International Herald Tribune
  • "Terror comes to London" - The Independent, Inggris
  • "Carnage in London" - France Soir, Prancis
  • "Terror comes ever closer" - Bild, Jerman
  • "Second wave of terrorism in Europe" - Kathimerini, Yunani
  • "Terrorists strike again" - Gazeta Wyborcza, Polandia
  • "'An attack on all nations'" - South China Morning Post, Hong Kong
  • "Day the emergency planners hoped would never come" - New Zealand Herald
  • "Apocalypse London" - The News, Pakistan
  • "Terror strikes London" - The Nation, Thailand
  • "Murder in London" - The Washington Post, United States
  • "An odious attack" - Business Day, South Africa
  • "London horror" - The Star, South Africa
  • "Heart of London struck" - Le Renouveau, Tunisia

Malah ada juga yang langsung menuding
  • "Al-Qaeda punishes London" - Le Parisien, Prancis
  • "Al-Qaeda brings terror to the heart of London" - The Daily Telegraph

Kita maklum kalo mereka marah:
  • "If the terrorists want a fight, by God, we'll give it them" - The Sun
  • "Bastards" - Daily Stars

Kebayang gak apa kata Daily Prophet:
  • "Voldemort attacks muggles"