Halaman

Senin, 10 Januari 2005

... they count lost loved ones on both hands

Lebih dari 300 halaman depan koran dari seluruh dunia yang memberitakan bencana tsunami bisa diliat di sini. Tapi jangan harap Koran Tempo ada di situ (blame it on operator mac yang lupa ngirim pdf file ke newseum pada hari itu).

Artikel menarik tentang cara koran-koran memberitakan tsunami bisa di baca di sini.

Ini kutipannya: "Why has southeast Asia‚s biggest tragedy become every American network‚s ghoulish Disneyland party? Has disaster finally found its paparazzi?" Eugene Kane counters: "But without those images, I have a feeling most of us -- and most of the nations who have responded with hundreds of millions of dollars in aid for victims -- would never have been moved to swift action."

Selasa, 04 Januari 2005

Wajah Baru Republika

(Bagian pembukaan ini--lima alinea--boleh dilewatkan)

Kira-kira 13-14 tahun yang lalu, dalam perjalanan ke sekolah saya tertarik untuk membeli koran yang dijual di atas bis. Yang membuat saya membeli adalah karena harganya yang murah, Rp 100, bahkan untuk ukuran uang saku saya yang waktu itu hanya 1.000 rupiah sehari.

Kesan pertama melihat halaman depan koran hitam-putih bernama Berita Buana itu adalah bersih. Tapi yang menarik perhatian saya adalah gambar pesawat Amerika, kapal induk, dan peta Irak (belakangan saya kenal sebagai infografis), yang pada masa itu baru saya lihat di Berita Buana.

Saya takjub, setiap berita di halaman depan habis tuntas, tidak ada sambungan, saya tidak harus membolak-balik halaman untuk membaca keseluruhan berita. Itu membuat saya tidak segan untuk membaca setiap berita di halaman depan.

Setahun kemudian, saya memutuskan untuk berhenti bekerja pada sebuah percetakan yang membayar saya Rp 1 juta sebulan sebagai operator mesin cetak, demi bekerja di koran Republika sebagai lay-outer dengan gaji Rp 400 ribu! Waktu itu, baru Media Indonesia yang menata-letak koran dengan bantuan komputer, di Republika masih menempel-nempel manual.

Di Republika saya kenal dengan Kumara Dewatasari, belakangan saya ketahui dialah salah satu dalang dari Berita Buana yang saya baca di bis semasa sekolah. Republika pada masa itu adalah kelanjutan dari Berita Buana yang terpecah, sebagian pekerja lalu membuat Republika, sebagian lainnya tetap membuat Berita Buana. Desain dan konsep Republika menurut saya persis Berita Buana lama. Yang baru (dan mengejutkan) di Republika adalah edisi Minggunya, mereka memuat indeks berita di atas logotype, hal semacam itu mungkin sudah lazim saat ini, tapi masa itu benar-benar progresif.

***

Tiga minggu lalu, Mas Kum mengabarkan bahwa Republika akan berubah wajah. Logotype dengan font bauer bodoni yang sudah digunakan sejak awal Republika terbit akan diganti dengan gaudy (betul kan, mas?). Saya menunggu dengan tidak sabar, bahkan sehari sebelum desain baru terbit, saya telah mengirim pertanyaan-pertanyaan untuk wawancara yang rencananya bakal dimuat di blog ini (serius banget!). Dan hari ini, keluarlah Republika dengan wajahnya yang baru itu.

Oke, seperti dikatakan Dirutnya di halaman depan Republika hari ini:

"...Ketika surat kabar ini di tangan pembaca, logo Republika berkesan menjadi lebih bersahabat, terbuka, namun tetap berdiri kokoh...." (selengkapnya baca disini)


Tapi, sesuai pengakuan Mas Kum, perubahannya memang hanya pada logotype dan Folioline (kepala rubrik) serta rubrik-rubrik. Intinya tidak ada yang mengejutkan dalam redesign ini.

(coming soon: wawancara dengan Kumara Dewatasari)